donderdag 17 april 2008

sayaaaang daaah bgs byum proposal KTI nja

Proposal

Latar belakang

Stroke merupakan penyakit saraf yang paling sering mengakibatkan cacat dan kematian. Di samping menduduki peringkat utama di antara segolongan penyakit saraf yang mengakibatkan kematian, stroke juga merupakan salah satu dari tiga penyebab utama kematian pada umumnya. Sampai saat ini, penderita stroke adalah penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pusat pelayanan rawat inap penderita saraf. Selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluargannya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahan asuransi kesehatan. Selain itu, kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke juga dapat mengakibatkan hilangnya penghasilan penderita. Dari berbagai fakta tersebut menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini, diperlukan strategi penanggulangan stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rahabilitasi, dan promotif.

Kematian akibat stroke di Amerika Serikat mencapai lebih dari 160.000 per tahunnya. Angka kecatatan permanen mencapai 30% pada pengamatan 3 bulan pertama (AHA, 2003). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pelayanan stroke yang terorganisir dalam unit stroke akan menurunkan kematian, menurunkan angka kecacatan, dan memperbaiki status fungsional pasien stroke. Unit stroke direkomendasikan sebagai unit terpadu multidisiplin yang menangani pasien-pasien stroke. Kajian sistematis dari berbagai penelitian terdahulu memperlihatkan efektivitas unit stroke dalam memberikan pelayanan stroke (Seenan, dkk, 2007). Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan pelayanan stroke masih sangat bervariasi. Penelitian Gray, dkk (2006) memperlihatkan bahwa perbedaan yang signifikan dalam luaran stroke disebabkan oleh keparahan kasus yang berbeda dan perbedaan sistem pelayanan. Penelitian yang dilakukan pada 1484 pasien stroke menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam pola pemberian anti platelet, anti koagulan, pelayanan fisioterapi, dan terapi wicara antar berbagai pusat pelayanan stroke.
Clinical pathway merupakan perangkat yang menunjang pelayanan klinis untuk stroke yang lebih terorganisir. Clinical pathway mendorong implementasi praktek evidence based medicine dalam perawatan pasien (Taylor, dkk, 2006). Clinical pathway diharapkan menjadi perpanjangan tangan sebuah standar pelayanan medik berbasis bukti (evidence based clinical practice guideline). Sebuah standar pelayanan medik seringkali tidak tersedia di bangsal perawatan. Sebuah pathway diharapkan menjembatani penerapan standar pelayanan medik dalam praktek sehari-hari (Timmermans dan Mauck, 2005). Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan efektivitas sebuah clinical pathway dalam memperbaiki luaran klinis berbagai kondisi penyakit. Hasil yang diperoleh dari beberapa penelitian tersebut masih bervariasi. Penelitian uji klinik Johnson, dkk (2000) menunjukkan bahwa rerata lama rawat hari inap secara bermakna lebih pendek pada kelompok pasien yang menjalani clinical pathway. Penelitian lain oleh Owen, dkk(2006) pada penderita penyakit ginjal kronik memperlihatkan bahwa pemberlakuan pathway secara bermakna meningkatkan edukasi pada pasien pra dialisis (74% VS 50%), dan akses vaskuler permanen sebelum dialisis (83% VS 24%). Pada pelayanan stroke, hasil kajian sistematis terbaru menyimpulkan bahwa data yang ada masih belum konklusif
(Kwan dan Sandercock, 2005).

Dan di Indonesia sehat tahun 2010 ,merupakan gambaran keadaan m Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu Stroke Haemoragik dan Stroke Non Haemoragik (Sidharta, 2000). Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak, sehingga menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono, 2002). Stroke Non Haemoragik yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh darah otak sehingga distribusi oksigen dan nutrisi ke area yang mendapat suplai terganggu (Osamulia,1996).Stroke Non Haemoragik secara patogenesis disebabkan oleh: (1) karena trombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke dalam arteri serebri media atau anterior (trombotik stroke), (2) karena emboli yang berasal dari jantung (emboli stroke), (3) karena hipoksia yang timbul karena hipotensi dan perfusi yang kurang (Osamulia, 1996).Adapun faktor-faktor resiko yang menjadikan seseorang menjadi mudah terserang stroke, yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosisturia. Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah : hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hemotokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurismia dan dislipidemia (Mansjor, 2000).
Seperti yang kita tahu Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).Di Indonesia, belum ada data epidemologis stroke yang lengkap, tetapi proporsi penderita stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari laporan survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai rumah sakit di 27 provinsi di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan terjadinya peningkatan antara 1984 sampai 1986, dari 0,72 per 100 penderita pada1984 menjadi 0,89 per 100 penderita pada 1986. Di RSU Banyumas, pada 1997 pasien stroke yang rawat inap sebanyak 255 orang, pada 1998 sebnyak 298 orang, pada 1999 sebanyak 393 orang, dan pada 2000 sebanyak 459 orang (Hariyono,2006). Stroke atau cerebrovascular accident, merupakan penyebab invaliditas yang paling sering pada golongan umur diatas 45 tahun Di negara industri stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan keganasan (Lumbantombing,1984). Stroke adalah serangan di otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan sel-sel otak tertentu kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu yang sangat singkat (Yayasan Stroke Indonesia,2006).Berdasarkan etiologinya stroke dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Stroke Non Hemoragik adalah gangguan peredaran darah pada otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga menimbulkan infark/ iskemik. Umumnya terjadi pada saat penderita istirahat. Tidak terjadi perdarahan dan kesadaran umumnya baik. (2) Stroke Hemoragik yaitu pecahnya dinding pembuluh darah, sehingga terjadi perdarahan di otak. Umumnya terjadi pada saat pasien melakukan aktivitas. Terjadi perdarahan dan penurunan kesadaran bersifat nyata (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Berdasarkan data itu timbul suatu tanda Tanya mengapa epidemiologi stroke terus bertambah. Dan banyak yang terkena diatas umur 45 tahun, dan tidak sedikit pula yang harus dirawat inap dirumah sakit sehingga menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluargannya, stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahan asuransi kesehatan. Selain itu, kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke juga dapat mengakibatkan hilangnya penghasilan penderita.Dan kita bisa membandingkan korelasi antara jenis etiologi stroke antara stroke hemorrhagic dengan stroke non hemoragic atau stroke iskemik.

Geen opmerkingen: